Partisipasi terdiri dari beberapa jenis diantaranya
partisipasi sosial dan partisipasi politik. Partisipasi sosial merupakan
derajat partisipasi individu dalam kehidupan social di masyarakat. Sementara
itu, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak secara
pribadi-pribadi dan dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh
pemerintah. Partisipasi jenis ini bisa bersifat individual atau kolektif,
terorganisasi atau spontan, mantap atau sportif, atau tidak efektif (Soerjono
Soekanto, 1993: 355).
Ramlan Surbakti mendifinisikan partisipasi politik sebagai
keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang
menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya (1984:140) Sedangkan partisipasi politik didefinisikan oleh Inu Kencana
(2001:142) sebagai kegiatan warga negara yang bertujuan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi politik menurut James Rosenau (dalam Arifin,
2003 : 131) dilakukan oleh khalayak politik yang bukan poltikus atau bukan
pemimpin politik dan pengikutnya. Mereka ini disebut sebagai partisipan
politik. Dengan kata lain jika politikus sebagai komunikator poliik, partisipan
politik adalah khalayak politik.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapt ditarik
suatu definisi tentang partisipasi politik yaitu keterlibatan warga negara
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan
memilih pimpinan negara atau wakil wakil rakyat yang secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.
salah satu kegiatan dalam pemilu |
Partisipasi Politik dibedakan menjadi 2 yakni :
- Partisipasi tak langsung, partisipasi ini tidak hanya dilakukan melalui pemilihan umum namun juga diluar pemilihan umum. Pada umumnya dilakukan oleh khalayak media (pembaca surat kabar, pendengar radio dan pemirsa televisi) serta aktif dalam diskusi, seminar dan pemberian komentar melalui media massa.
- Partisipasi langsung, yakni mereka yang ikut langsung dalam proses maupun tahapan pemilihan umum (Arifin, 2003:132).
Kegiatan warga negara dalam partisipasi politik dapat
berupa pemberian suara, ikut dalam kampanye atau menjadi anggota partai politik
dan lain-lain. Maka secara umum, partisipasi politik difahami sebagai
keikutsertaan masyarakat dalam aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh kelompok
dalam kehidupan sosial dan politik.
Partisipasi politik dari seorang warga negara berkaitan
erat dengan kesadaran politiknya. Kesadaran politik yaitu fakta sosial politik
yang terdiri atas struktur sosial dan pranata sosial yang menjadi objek studi
paradigma fakta sosial serta sesuatu yang terjadi dalam pemikiran manusia
berupa tanggapan kreatif terhadap sesuatu rangsangan atau stimulasi dari luar
dirinya (Ritzer, 1992:23). Dengan demikian kesadaran politik dapat diartikan
sebagai suatu paradigma perilaku dalam menyikapi peristiwa-peristiwa sosial dan
politik.
Bentuk bentuk kesadaran politik adalah sebagai berikut :
a. Ikut berpartisipasi dalam pemilihan
b. Ikut berpartisipasi dalam pembangunan
c. Ikut berpartisipasi dalam deil-deil politik
d. Ikut berpartisipasi dalam hal penyelewengan dan hal-hal
konstitusional
Kesadaran politik sampai hari ini masih diwujudkan dalam
barbagai bentuk partisipasi masyarakat. Pada konteks masyarakat bentuk-bentuk
kesadaran politik bisa digambarkan sebagai bentuk psikologis individu
masyarakat secara keseluruhan pada kegiatan pemilihan, pembangunan politik dan
penyelewengan. Kesadaran politik mempunyai kekuatan kreatif didalam proses
interaksi, bukan hanya sekedar penanggapan terhadap fakta sosial tetapi
menginterprstasikan kedalam simulus yang diterimanya.
Adapun hal-hal yang
mempengaruhi kesadaran politik adalah sebagai berikut :
- Faktor Lingkungan, yaitu tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungan yang mengakibatkan akibat-akibat atau perubahan dalam lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.
- Faktor psikologis, yaitu memusakan perhatiannya terutama kepada bentuk-bentuk yang bersifat instingtif dan mengasumsikan bahwa sifat manusia adalah sama secara universal.
- Faktor sosial, dimana dalam kehidupan berpolitik sosialisasi merupakan suatu keharusan, dikarenakan sebagai cara pengenalan dan pengakuan politiknya. Kajian ini juga menyinggung konsep perilaku pemilih dan perubahan politik (Ritzer.1992).
Partisipasi politik menurut Ramlan Surbakti dibedakan
menjadi dua, yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif
mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum,
mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar
pajak dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pemimpin pemerintahan.
Partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah,
menerima dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah (Surbakti,
1992: 140).
Orientasi partisipasi aktif terletak pada masukan dan
keluaran politik, sementara partisipasi pasif keluaran politiknya saja.
Sementara sekelompok orang yang menganggap masyarakat dan sistem politik telah
dinilai menyimpang dari apa yang telah dicita-citakan diaktualisasikan dalam
kelompok apatis (Surbakti, 1992: 140).
Konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa
kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama
untuk menetapkan tujuan-tujaun serta masa depan masyarakat itu dan untuk
menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan.
Ada dua piramida pola partisipasi :
1). Piramida pasrtispasi I, oleh Milbrath dan Goel,
masyarakat terbagi dalam tiga kategori, yaitu :
- Pemain (Gladiators) : 5-7% populasi termasuk gladiators, yaitu orang yang sangat aktif dalam dunia politik.
- Penonton (Spectators) : 60% aktif secara minimal, termasuk memakai hak pilihnya.
- Apatis (Aphatetics) : 33% populasi termasuk aphatetics, yaitu orang yang tidak aktif sama sekali, termasuk tidak memakai hak pilihnya.
2). Piramida partisipasi II, oleh David F Roth dan Frank L.
Wilson, masyarakat terbagi dalam empat kategori, yaitu :
- Aktivis (Activist) : The Devient (termasuk di dalamnya pembunuh dengan maksud politik, pembajak, dan teroris); pejabat public atau calon pejabat public, Fungsionaris partai politik pimpinan kelompok kepentingan.
- Partisipan (Participant) : orang yang bekerja untuk kampanye; anggota partai secara aktif; Partisipan dalam kelompok kepentingan dan tindakan-tindakan yang bersifat politis; Orang yang terlibat dalam komunitas proyek
- Penonton (Onlookers) : Orang yang menghadiri reli-reli politik; Anggota dalam kelompok kepentingan; Pe-lobby; Pemilih; Orang yang terlibat dalam diskusipolitik; Pemerhati dalam pembangunan politik.
- Apolitis (Apoliticals), orang yang tidak melakukan apa-apa atau hanya pasif saja menerima
Menurut Yusuf Kalla (2009) Paling tidak ada tiga alasan
yang kadang membuat orang malas berpartisipasi dalam kegiatan politik khususnya
Pemilu, yakni diantaranya :
Pertama, sistem pendaftaran (registrasi) pemilih. Untuk
bisa memilih, umumnya calon pemilih harus terdaftar sebagai pemilih terlebih dahulu.
Kemudahan dalam pendaftaran pemilih bisa mempengaruhi minat seseorang untuk
terlibat dalam pemilihan. Sebaliknya, sistem pendaftaran yang rumit dan tidak
teratur bisa mengurangi minat orang dalam pemilihan. Misalnya di Prancis
partisipasi orang dalam Pemilu mencapai 76 % ini karena warga yang berumur 18
tahun secara otomatis akan didaftar sebagai pemilih. Sehingga mereka tidak usah
susah susah lagi pergi mendaftar di keluarahan. Untuk itu saya juga menawarkan
sistem KTP, orang tidak perlu harus menunggu undangan untuk dapat memilih,
cukup bawa KTP ke TPS sudah bisa memilih. Tidak usah dipersulit.
Kemudian yang kedua; sistem kepartaian dan pemilihan umum
suatu Negara juga turut mempengaruhi tingkat partisipasi dari pemilih. Sejumlah
penelitian menunjukkan, sistem dua partai relatif bisa mengurangi tingkat
partisipasi pemilih. Motivasi pemilih untuk ikut memilih bisa surut ketika
partai atau calon yang maju dalam pemilihan tidak ada yang disukai. Sebaliknya
negara yang menganut sistem multipartai relatif bisa memancing partisipasi
pemilih yang lebih tinggi. Hal ini karena pemilih lebih punya banyak pilihan
dan alternatif, dan vote gatternya juga banyak. Sistem proporsional lebih
membuat partsipasi pemilih lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan sistem distrik.
Keterwakilan proporsional pada umumnya dipercaya dapat meningkatkan kehadiran
pemilih karena semua partai dapat meningkatkan keterwakilan mereka.
Ketiga, : sifat pemilihan. Apakah pemilihan itu merupakan
hak atau kewajiban bagi warga negara. Ada negara yang menganut paham bahwa
pemilihan umum adalah hak bagi warga negara, karenanya warga bisa memilih dan
bisa juga tidak memilih. Tidak ada hukuman bagi warga negara yang tidak ikut
memilih. Tetapi ada juga Negara yang memandang pemilihan umum sebagai kewajiban
dari warga negara. Warga diwajibkan untuk ikut pemilihan dan jika tidak ikut
akan mendapat hukuman. Bentuk hukuman ini bermacam-macam—dari hukuman denda,
penambahan pajak hingga ancaman tidak mendapat jaminan atau asuransi dari
negara. Negara yang menerapkan hukuman bagi warga yang tidak terlibat dalam
pemilihan bisa dipastikan mempunyai tingkat partisipasi pemilih yang tinggi.
Salah satu contoh adalah Australia. Rata-rata tingkat
partisipasi di Australia adalah 95%. Australia dikenal sebagai salah satu
negara dengan tingkat partisipasi pemilih paling tinggi di dunia. Australia
menerapkan hukuman denda bagi pemilih yang tidak ikut memilih. Hukuman ini bisa
berujung penjara jika calon pemilih ini tidak membayar denda yang harus
dibayar. Australia bukan satusatunya negara yang menerapkan denda bagi warga
yang tidak ikut memilih. Swis, Austria, Ciprus, Argentina, Peru adalah contoh
negara lain yang menerapkan hukuman denda. Selain hukuman, mekanisme lain untuk
“mewajibkan” pemilih datang di hari pemilihan adalah memberikan surat
keterangan. Surat keterangan ini dipakai ketika seseorang melamar pekerjaan
terutama di kantor-kantor pemerintah.
Di Belgia dan Mexico, pemilih yang tidak ikut pemilihan
tanpa alasan jelas, bisa dipastikan akan kesulitan mendapat pekerjaan di kantor
pemerintah. Kesulitan yang sama juga dialami ketika mengurus surat dan dokumen
dari kantor pemerintah. Semua negara yang mewajibkan warga negaranya ikut
memilih ini, dikenal mempunyai tingkat partisipasi tinggi. (www.laporasiania.blogspot.com
12/09/2010 pukul 09.00).
Partisipasi politik hirarkinya berbeda dari suatu sistem
politik dengan yang lain. Tetapi partisipasi pada suatu tingkatan hirarki tidak
merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang lebih tinggi.
Antara sistem politik suatu negara dengan sistem politik negara lain urgenitas
(kepentingannya) berbeda -beda, begitu juga dengan waktunya.