Kala memiliki pendapatan bulanan yang relatif tetap, selain kebutuhan sandang dan pangan, yang pasti terpikirkan adalah kebutuhan papan atau rumah. Bagi yang ingin hidup terpisah dengan orang tua dan membentuk keluarga sendiri, rumah merupakan hal wajib yang harus dimiliki.
Disamping dapat digunakan sebagai tempat tinggal, rumah juga salah satu investasi yang menjanjikan di masa kini. Walaupun tidak bisa membeli secara tunai, untuk memiliki rumah bisa dilakukan secara kredit. Sekarang ada banyak sekali kredit kepemilikan rumah yang ditawarkan untuk masyarakat yang membutuhkan.
Di tengah gonjang ganjing ekonomi yang belum jelas pasca Pandemi, mengambil kredit kepemilikan rumah masih tetap bisa dilakukan. Meskipun barang kebutuhan naik sana sini, namun uang muka kredit properti tidak mengalami kenaikan yang sama. Begitu juga dengan pengambilan kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan makroprudensial yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Kebijakan makroprudensial itu sendiri adalah serangkaian kebijakan yang dibuat oleh bank Bank Indonesia untuk mengatur situasi sistem keuangan nasional. Fokus kebijakannya tak hanya mencakup institusi keuangan saja, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan.
Melalui Instrumen yang bersifat countercyclical atau menjaga kestabilan ekonomi, kebijakan makroprudensial dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan masyarakat. Salah satu instrumen yang bisa dirasakan oleh masyarakat secara langsung adalah adalah kebijakan makroprudensial Rasio Loan to Value atau Financing to Value.
Instrumen yang biasa disingkat dengan LTV atau FTV ini memberikan kemudahan dalam pemberian kredit kepemilikan rumah dan kendaraan bermotor. Pembayaran uang muka kredit kepemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor bisa disesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat.
Jika ekonomi masyarakat sedang lemah atau menurun, kredit uang muka yang harus disetorkan juga ikut turun. Sebaliknya jika ekonomi mengalami kenaikan kredit uang muka juga ikut naik. Kalau seperti ini menurut SobatMuda enaknya gimana?
Salah satu instrumen kebijakan Makroprudensial berupa LTV dan FTV merupakan rasio antara nilai kredit terhadap pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terkadang rasionya bisa longgar, kadang juga ketat. Dikatakan longgar jika rasio keduanya mendekati 100%. Disebut ketat jika rasio keduanya kian kecil dan mendekati ke arah 0%.
Baca Juga : Faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga Bank
Dengan kata lain, di bawah kebijakan LTV dan FTV yang longgar, masyarakat bisa mendapatkan kredit rumah atau kendaraan dengan membayar uang muka (down payment) yang sedikit. Bahkan, bisa sampai tidak perlu membayar uang muka kredit sama sekali jika rasio LTV dan FTV berada di angka 100%. Sebaliknya jika persentase rasio semakin kecil atau ketat, uang muka yang dibayarkan juga semakin besar.
Tujuan dari kebijakan makroprudensial LTV dan FTV Bank Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik yang berasal dari peningkatan harga properti. Dengan kebijakan LTV dan FTV yang longgar diharapkan bisa meningkatkan permintaan kendaraan dan properti, yang nantinya akan berdampak juga ke pertumbuhan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial memberikan arahan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien, serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.